Malapetaka menimpa Kota Hamelin di Jerman. Entah dari mana asalnya, ribuan tikus tiba-tiba menyerbu masuk ke rumah-rumah dan gudang, menggerogoti apapun yang bisa dimakan: gandum, persediaan pangan, kain, perabotan, bahkan kayu dan atap bangunan. Meninggalkan kotoran dan kerusakan di mana pun mereka berada.
Seperti yang dikutip dari liputan6.com, Kala itu, pada 1284, 90 persen warga kota hidup dalam kemiskinan ekstrem, kelaparan, dan berjuang untuk memberi makan keluarganya. Hewan pengerat itu menjadi ancaman besar.
Dari kejauhan, tampak noktah-noktah hitam di paving jalanan di pusat kota. Ternyata, itu adalah tikus yang bergerombol dan bikin begidik siapa pun yang melihatnya.
Penduduk pun dilanda nestapa. Makanan kian langka, kalau pun ada telah bercampur dengan kotoran tikus. Kuman-kuman penyakit bertebaran, satu per satu orang jatuh sakit.
Segala upaya telah dilakukan. Namun, sekeras apapun usaha dikerahkan, tikus-tikus seakan justru bertambah banyak.
Suatu hari, muncullah seorang pria berpakaian warna warni, mengaku sebagai pengusir tikus. Maka kesepakatan pun dibuat, jika si pendatang berhasil mengusir hama, maka ia akan mendapat imbalan dalam jumlah besar.
Orang asing itu pun beraksi, ia memainkan seruling ajaib, suaranya yang merdu memikat para tikus yang segera keluar dari rumah dan liang, mengikuti sang peniup suling.
Terhipnotis dengan alunan suling, para tikus tak sadar telah berada di pinggir Sungai Weser, tercebur dalam airnya, dan kemudian tenggelam. Kecuali 1 ekor.
Setelah berhasil menunaikan tugasnya, si peniup seruling atau Pied Piper menagih janji pada walikota — yang kemudian ingkar. Ia yang berang bukan main meninggalkan kota, dan bersumpah akan kembali untuk menuntut balas.
Hari itu, 26 Juni 1284, bertepatan dengan Hari Yohanes dan Paulus, Pied Piper kembali ke kota, dengan pakaian berburu berwarna hijau. Kala itu dikisahkan, orang-orang dewasa sedang berada di gereja.
Ia kembali memainkan serulingnya. Kali itu ia menghipnotis 130 anak di desa, yang mengikutinya dengan senang sambil melompat kegirangan, menuju pegunungan.
Kali terakhir anak-anak malang itu terlihat jalanan Bungelosenstrasse. Setelahnya, mereka tak pernah pulang.
Kisah tersebut diyakini bukan sekedar dongeng atau legenda. Ada muatan fakta di dalamnya. Apalagi, Hamelin atau Hameln adalah kota yang nyata di Jerman, berada dekat Hanover.
Seperti yang dikutip dari liputan6.com, Kala itu, pada 1284, 90 persen warga kota hidup dalam kemiskinan ekstrem, kelaparan, dan berjuang untuk memberi makan keluarganya. Hewan pengerat itu menjadi ancaman besar.
Dari kejauhan, tampak noktah-noktah hitam di paving jalanan di pusat kota. Ternyata, itu adalah tikus yang bergerombol dan bikin begidik siapa pun yang melihatnya.
Penduduk pun dilanda nestapa. Makanan kian langka, kalau pun ada telah bercampur dengan kotoran tikus. Kuman-kuman penyakit bertebaran, satu per satu orang jatuh sakit.
Segala upaya telah dilakukan. Namun, sekeras apapun usaha dikerahkan, tikus-tikus seakan justru bertambah banyak.
Suatu hari, muncullah seorang pria berpakaian warna warni, mengaku sebagai pengusir tikus. Maka kesepakatan pun dibuat, jika si pendatang berhasil mengusir hama, maka ia akan mendapat imbalan dalam jumlah besar.
Orang asing itu pun beraksi, ia memainkan seruling ajaib, suaranya yang merdu memikat para tikus yang segera keluar dari rumah dan liang, mengikuti sang peniup suling.
Terhipnotis dengan alunan suling, para tikus tak sadar telah berada di pinggir Sungai Weser, tercebur dalam airnya, dan kemudian tenggelam. Kecuali 1 ekor.
Setelah berhasil menunaikan tugasnya, si peniup seruling atau Pied Piper menagih janji pada walikota — yang kemudian ingkar. Ia yang berang bukan main meninggalkan kota, dan bersumpah akan kembali untuk menuntut balas.
Hari itu, 26 Juni 1284, bertepatan dengan Hari Yohanes dan Paulus, Pied Piper kembali ke kota, dengan pakaian berburu berwarna hijau. Kala itu dikisahkan, orang-orang dewasa sedang berada di gereja.
Ia kembali memainkan serulingnya. Kali itu ia menghipnotis 130 anak di desa, yang mengikutinya dengan senang sambil melompat kegirangan, menuju pegunungan.
Kali terakhir anak-anak malang itu terlihat jalanan Bungelosenstrasse. Setelahnya, mereka tak pernah pulang.
Kisah tersebut diyakini bukan sekedar dongeng atau legenda. Ada muatan fakta di dalamnya. Apalagi, Hamelin atau Hameln adalah kota yang nyata di Jerman, berada dekat Hanover.
Spoiler untuk Sumber Laman :
Komentar
Posting Komentar
Jangan lupa kirim kritik dan sarannya pada kolom komentar diatas ya!
Mari kita berdiskusi!
Note: Mohon untuk tidak spam ya!